Korupsi Kolusi, dan Nepotisme (KKN) tumbuh subur dan berlangsung bertahun-tahun bahkan dan murtasyi disebut ra'isy (Ibn Al-Atsir, An-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar, II, h. 226). bahaya laten tindak korupsi tidak cukup ditangani dengan upaya hukum dan sosial akan tetapi

Maret 5, 2018 soal UTBK Sejarah Perbuatan korupsi, kolusi nepotisme KKN di lingkungan pejabat pemerintah menjadi salah satu penyebab terjadi reformasi di Indonesia SEBAB Selain KKN melanggar prinsip keadilan, perbuatan KKN juga merugikan kepentingan sosial ekonomi rakyat Indonesia Pembahasan Soal Korupsi Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut perbuatan melawan hukum; penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana; memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi; merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya memberi atau menerima hadiah atau janji penyuapan; penggelapan dalam jabatan; pemerasan dalam jabatan; ikut serta dalam pengadaan bagi pegawai negeri/penyelenggara negara; menerima gratifikasi bagi pegawai negeri/penyelenggara negara. Kolusi Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar. Di dalam bidang studi ekonomi, kolusi terjadi di dalam satu bidang industri disaat beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk kepentingan mereka bersama. Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, dimana keputusan beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara signifikan mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus dari kolusi berlebihan, yang juga dikenal sebagai kolusi tersembunyi. Nepotisme Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti “keponakan” atau “cucu”. Pada Abad Pertengahan beberapa paus Katholik dan uskup- yang telah mengambil janji “chastity” , sehingga biasanya tidak mempunyai anak kandung – memberikan kedudukan khusus kepada keponakannya seolah-olah seperti kepada anaknya sendiri. Beberapa paus diketahui mengangkat keponakan dan saudara lainnya menjadi cardinal. Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya Faktor Pendorong Terjadinya Reformasi Adanya KKN Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dalam kehidupan pemerintahan Adanya rasa tidak percaya kepada pemerintah Orba yang penuh dengan nepotisme dan kronisme serta merajalelanya korupsi. Kekuasaan Orba di bawah Soeharto otoriter tertutup. Adanya keinginan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mahasiswa menginginkan perubahan Jadi salah satu yang menjadi Agenda Reformasi adalah pemerintahan yang bersih dari KKN Jadi “Perbuatan korupsi, kolusi nepotisme KKN di lingkungan pejabat pemerintah menjadi salah satu penyebab terjadi reformasi di Indonesia” adalah BENAR, dan juga SEBAB “Selain KKN melanggar prinsip keadilan, perbuatan KKN juga merugikan kepentingan sosial ekonomi rakyat Indonesia” adalah BENAR, maka opsi yang dipilih adalah [A] About The Author doni setyawan Mari berlomba lomba dalam kebaikan. Semoga isi dari blog ini membawa manfaat bagi para pengunjung blog. Terimakasih Simaklima kasus korupsi besar di masa Orde Baru. 1. Kasus Coopa. 31 Januari 1970, Soeharto membentuk Tim Empat, diketuai Wilopo, untuk memberangus korupsi di pemerintahannya. Gebrakan Tim Empat sangat menggemparkan, karena berhasil mengungkap skandal korupsi melibatkan seorang jendral dikenal dekat dengan Cendana.
Oleh Mochtar NaimDari mana harus dimulai? Jika pertanyaan ini diajukan kepada seorang sosiolog yang menekuni masalah-masalah patologi sosial, jawabnya sama seperti yang diberikan oleh dokter dalam menghadapi dan derivatifnya—kolusi, nepotisme, despotisme—adalah penyakit masyarakat. Oleh karena itu harus dimulai dengan melakukan diagnosis, yaitu mencari penyebab dari penyakit itu. Jika penyebabnya sudah ditemukan, penyebabnya itulah yang diangkatkan melalui terapi-terapi penyembuhan dan dengan resep obat-obat yang dapatkah korupsi sebagai penyakit masyarakat itu diangkat? Jawabnya, sama seperti dokter menjawab pertanyaan pasiennya Insya Allah, dapat! Kecuali kalau penyakitnya sudah lajat, sudah sangat payah, memang tidak bisa disembuhkan lagi. Yang ditunggu adalah kematian. Bukankah kematian masyarakat akibat korupsi sudah kita temukan di mana-mana dalam lembaran sejarah? Kuburannya pun bertebaran di penyakit masyarakat bernama ”korupsi” itu telah ada sejak manusia ada. Secara potensial inheren ada pada tiap manusia. Namun, manusia itu disebut manusia karena dia berusaha melawan dan memerangi sifat-sifat buruk sayyiah, jelek lawwamah, dan kesetanan syaithaniyyah-nya dengan petunjuk-petunjuk Ilahi dan akal sehatnya. Itu sebabnya, dalam Islam, keimanan dan ketakwaan harus senantiasa diperbarui dan diperkuat. Perjalanan hidup seseorang tak pernah berupa garis lurus yang terus menanjak atau terus menurun, tetapi keduanya. Itu sebabnya kenapa ada orang yang pada mulanya baik, lurus, jujur, tidak korupsi, tetapi akhirnya jelek dan menjadi koruptor besar. Begitu juga itu, dari segi pendekatan psiko- teologis dan dari tinjauan mikrokosmis ini, penyembuhan penyakit korupsi dan antek-anteknya—betapapun luas dan meruyaknya—harus dimulai dari bersifat kejiwaan yang dimulai dari diri, bagaimanapun, harus dilakukan karena yang sakit itu sesungguhnya adalah jiwa. Penyakit jiwa terapinya terutama agama. Tak ada terapi kejiwaan yang lebih ampuh dan lebih menyentuh kecuali pendekatan kejiwaan bernuansa keagamaan. Dalam psiko-terapi yang bernuansa keagamaan, manusia yang telah terputus talinya dengan Sang Penciptanya dihubungkan kembali sehingga dia merasakan ada pihak lain selain dirinya yang akan membantu dia, yaitu Sang dan multifasetBagaimanapun, manusia tidak sendiri hidup di dunia ini. Dia tak akan survive dan ada kalau tak ada manusia lain bersamanya. Di tengah-tengah masyarakat inilah dia hidup. Korupsi itu ada dan baru ada ketika dia hidup bersama dimensi bersifat makrokosmis yang berorientasi kemasyarakatan ini, maka korupsi yang tadinya bersifat individual sekarang juga bersifat sosial, bahkan kultural. Sekarang kaitannya tak hanya pada diri orang per orang, juga pada sistem yang berlaku dan corak kebudayaan yang dianut. Ini yang membedakan ada masyarakat yang bisa mengendalikan laju fenomena korupsi, kolusi dan nepotisme itu, dan ada yang terbawa hanyut korupsi ini pada analisis pertama bisa dibagi dua menurut corak sistem, lembaga, dan budaya yang berlaku. Pertama, bercorak demokratis, egaliter, dan menempatkan hukum berdiri di atas penguasa. Kedua, bercorak feodalistis, hierarkis, dan menempatkan penguasa berdiri di atas hukum. Secara hipotetis dikatakan yang pertama laju korupsinya rendah dan terkendali, yang kedua laju korupsinya tinggi dan tak historis-empirik dan aktual dari negara-negara yang melaksanakan corak pertama ada di mana-mana. Begitu pun contoh corak kedua. Negara-negara terbelakang dan dunia ketiga yang sedang bergulat menyelesaikan dirinya dan yang telah melewati puncak perkembangan dan kemajuannya relatif akut korupsi, kolusi dan nepotismenya. Sementara negara-negara maju yang demokratis, terbuka, dan menempatkan hukum di atas semua orang dan semua kepentingan umumnya KKN- nya—kalau ada—terkendali dan rata-rata di bawah ambang ke pangkal kaji dapatkah semua ini dihapus? Kalau dapat, dari mana harus dimulai? Tentu saja dapat kalau memang kita mau menghapusnya! Semua itu lalu harus dimulai dengan azam yang kuat, dengan tekad dan iktikad yang bulat dan menyatakan perang sampai ke akar- akarnya. Niat dan azam yang kuat ini tentu harus dibarengi perbuatan nyata yang konkret dan terprogram. Pendekatannya pun harus bersifat multifaset, multilevel, dan terpadu secara ada empat pendekatan multilevel yang secara serempak dan terpadu harus dilakukan pendekatan struktural- sistemik, pendekatan kultural, pendekatan keagamaan, dan pendekatan suri teladan dari para pendekatan struktural-sistemik berarti semua perangkat hukum dan pelembagaan dalam rangka pemberantasan korupsi harus disiapkan. Undang-undang yang dikeluarkan harus bersanksi berat. Adapun yang dikejar dengan cara capital punishment ini pelajaran bagi khalayak ramai agar tidak mencoba-coba balik semua perangkat hukum ini tentu saja adalah perlakuan hukum yang sama dan tidak memihak. Hukum harus ditempatkan di atas semua orang, golongan, dan kepentingan tanpa pilih kasih. Jika ini berjalan, korupsi dan tindak kejahatan lain apa pun akan juga akan berjalan secara efektif jika sistem kontrol yang bersifat timbal balik dihidupkan kembali. Prinsip trias politika adalah sebuah keniscayaan yang mau tak mau memang harus dihidupkan dan diberlakukan kembali. Lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif di samping setara juga harus bersifat saling mengontrol dan saling kultural Pendekatan kultural tak kalah penting dalam upaya menghapus korupsi secara tuntas dan total. Seperti dimaklumi, penyebab utama maraknya KKN di bumi Indonesia—terutama selama Orde Baru dan Lama—adalah karena kita kembali ke dunia lama kita yang sesungguhnya sudah tidak cocok lagi dengan kebutuhan hidup sekarang. Penghalang utama adalah kultur bangsa kita sendiri yang selama berabad- abad hidup secara akrab dengan korupsi, kolusi dan nepotisme sebagai perantara yang dimainkan oleh kelompok keturunan asing, khususnya China, dalam perdagangan untuk kepentingan keraton berlanjut sampai hari ini dalam jumlah dan skala yang makin besar. Kehidupan para priayi yang lebih memilih hidup senang tanpa berpayah-payah telah menyebabkan kolusi dan nepotisme menjadi bagian tak terpisahkan, bahkan telah membudaya dari kehidupan feodal di bumi pendekatan kultural, struktur pemerintahan dan kekuasaan yang dijiwai oleh semangat feodalisme itu harus dikikis habis. Kita harus menyatakan perang terhadap feodalisme dan nepotisme itu sendiri. Dengan memberlakukan dan menggantikannya dengan sistem demokrasi, di mana rakyat yang berdaulat—bukan raja atau presiden—maka feodalisme dan nepotisme yang telah berurat berakar itu diharapkan akan hapus pada seperti telah disinggung di atas, pendekatan agama. Apa pun corak pendekatan yang dilakukan—struktural-sistemik, hukum, kelembagaan dan kebudayaan—jika tak dijiwai semangat keagamaan, orang hanya takut korupsi karena ada undang-undang, ada polisi, dan ada sanksi hukum yang sifatnya formal. Semua itu, seperti selama ini, bisa dibeli dan dikelabui. Adapun yang bisa menahan diri kita untuk tidak korupsi yang ternyata jauh lebih efektif justru adalah pertahanan yang ada dalam diri sendiri. Pertahanan itu namanya agama, walau yang keluar dalam bentuk norma, sikap, dan perilaku. Melalui ajaran-ajaran keagamaan ini, orang lalu tertahan untuk melakukan apa-apa yang tidak baik dan menyalahi hukum. Sanksi agama yang melekat dalam diri orang per orang bisa lebih ampuh dan lebih efektif daripada sanksi hukum mana pun. Praktik puasa hanyalah satu contoh betapa tanpa dilihat oleh siapa pun orang tak akan makan-minum yang membatalkan keempat, walau bukan yang terakhir, teladan yang baik dari para pemimpin. Adagium dalam Islam, ”mulailah dari dirimu sendiri”, sangat tepat dan berlaku dalam contoh keteladanan ini. Apatah lagi dalam Islam tiap orang adalah pemimpin, dan pemimpin itu bertanggung jawab terhadap yang kombinasi dari semua ini secara terpadu, multilevel, dan multifaset tentu lebih menjamin terkikis habisnya praktik dan budaya korupsi di bumi Indonesia. Jika dikerjakan dengan sungguh- sungguh, seperti yang kita lihat dengan contoh teladan dari negeri-negeri jiran, dalam satu generasi yang sama sudah akan terlihat Naim Sosiolog Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
1 Pengertian Korupsi Pengertian korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan harta milik perusahaan atau milik negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain. 1 Pendidikan karakter dan anti korupsi Rudi Setiawan F 111 13 086 2. Pengertian Kolusi Definisi kolusi adalah permfakatan atau kerja sama secara melawan hukum antarpenyelenggara
0% found this document useful 2 votes2K views11 pagesDescriptionThanks atas kunjungan... salam UPBCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOC, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 2 votes2K views11 pagesARTIKEL Dampak Korupsi, Kolusi Dan NepotismeJump to Page You are on page 1of 11 You're Reading a Free Preview Pages 6 to 10 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. Negarahukum Indonesia sudah berdiri sejak lebih dari enam puluh tahun lamanya. Kualifikasinya sebagai Negara hukum pada tahun 1945 terbaca dalam p enjelasan Undang-Undang Dasar. Dalam penjelasan mengenai "Sistem Pemerintahan Negara" dikatakan "Indonesia ialah n egara yang b erdasar atas hukum ". Selanjutnya di bawahnya dijelaskan, "Negara Indonesia berdasar kan atas hukum Kiranyaperlu dicermati propaganda salafi wahabi yang merupakan bahaya laten bagi umat Islam yang semaking gencar menyebarkan ajarannya. Dan juga mewaspadai tokoh-tokoh salafi wahabi yang juga diungkap dalam diskusi ini. Mereka sudah menyebar di berbagai Negara dan mempunyai banyak karya yang memunculkan benih pemikiran ala salafi wahabi.
Adapundasar hukum pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia adalah sebagai berkut: 1. TAP MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelanggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Ketetapan ini memiliki posisi lebih dibandingkan dengan ketetapan MPR lainnya. TAP ini berisi 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun
viewtugas mandiri korupsi kolusi dan management 170910324 at university of putera batam. makalah kewarganegaraan dampak korupsi, kolusi dan nepotisme oleh zunalvadisa. makalah kewarganegaraan dampak korupsi, kolusi dan nepotisme oleh zunalvadisa sinaga 210910127 prodi.
AwasBahaya laten orde baru dan fitnah akhir jaman yg digalang anak cucu serta antek2 orde baru, untuk melanggengkan kekuasaan, awal mula budaya korupsi, maling teriak maling serta fitnah keji dan pemutarbalikan fakta oleh mereka yang ingin kembali berkuasa. Pada artikel kali ini, kami akan mencoba menguak sedikit dari banyaknya tandatanya-tandatanya besar yang masih tersimpan di saku tiap rakyat
EvU8Am.
  • o6w1shqm6x.pages.dev/268
  • o6w1shqm6x.pages.dev/380
  • o6w1shqm6x.pages.dev/293
  • o6w1shqm6x.pages.dev/87
  • o6w1shqm6x.pages.dev/248
  • o6w1shqm6x.pages.dev/80
  • o6w1shqm6x.pages.dev/216
  • o6w1shqm6x.pages.dev/325
  • korupsi kolusi dan nepotisme disebut bahaya laten karena